Sabtu, 08 Agustus 2015

PRRI, Orde Baru dan Prabowo: Bangkitnya Kekuatan Anti Demokras

Budi Siluet
Kader Partai Rakyat Pekerja (PRP)

Mungkin banyak kawan-kawan seumuran atau di bawahku telah lupa akan sejarah, atau mungkin pelajaran sejarah memang tidak diajarkan secara benar di sekolah-sekolah. Hari itu, 15 Februari 1958, di Padang diproklamasikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Dibentuk juga kabinet yang dipimpin Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan. Sementara, Sumitro Djojohadikusumo ditunjuk sebagai Menteri Perhubungan dan Pelayaran. Tekad Sumitro sudah bulat. Ia mau melawan pemerintahan Sukarno. Jelas ini adalah makar dan pemberontakan terhadap kepemimpinan yang sah.
PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang pengecut jadi serba salah, takut dikaitkan dengan PRRI. Maklum, Sumitro adalah kader penting PSI. Kekhawatiran itu menjadi kenyataan. Pada Agustus 1960, Sukarno membubarkan PSI dan Masjumi, karena jelas terlibat dalam pemberontakan. Sjafruddin Prawiranegara adalah kader yang tersohor. Partai Masjumi (Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia) adalah partai politik yang eksis dan “dekat” dengan politik fasis pada zaman pendudukan Jepang.
Meskipun Amerika Serikat membantu persenjataan, bahkan personel ke PRRI untuk mendukung pemberontakan namun pemberontakan dapat digagalkan oleh pasukan pendukung Sukarno sebagai pemerintahan yang sah. Dengan bukti yang jelas tentang keterlibatan PSI dan Masyumi dalam pemberontakan itu, maka keluarlah Keppres 200/1960 yang isinya membubarkan kedua partai itu. Namun inilah awal dari dendam yang begitu dalam terhadap Sukarno dan politik anti imperialis dan kolonialismenya yang didukung sepenuhnya oleh gerakan kiri progresif saat itu.
Sumitro Djojohadikusumo adalah ayah Jenderal Baret Merah Prabowo Subianto yang saat ini mencalonkan diri sebagai Presiden keenam Indonesia. Paska pemberontakan yang gagal itu, Sumitro beserta keluarganya melarikan diri ke luar negeri dan menetap lama di Singapura. Padahal Sukarno tidak pernah dendam bahkan memaafkan semua dalang pemberontakan. Namun sebelum kabur meninggalkan Indonesia, Sumitro telah menamkan gagasannya kepada murid-muridnya yang bersekolah di luar negeri, khususnya di University Of California Berkeley, yang sekembalinya dari belajar kemudian “mendidik” perwira-perwira Angkatan Darat di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD) tempat Jenderal Suharto menimba ilmu politiknya.

Orde Baru: Rezim Berlumur Darah

Tibalah hari itu, menghampiri akhir tahun 1965 Kekuatan Pro Imperialis sokongan Amerika (CIA) di Anggkatan Darat berhasil mengkudeta Sukarno dan dimulailah babak baru penuh darah. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai dan lebih dari satu juta orang dipenjara dalam peristiwa tersebut,perburuan demi perburuan manusia tidak terperikan terjadi dan inilah pukulan telak buat gerakan kiri progresif dan menemui kerusakan yang sangat luar biasa. Gerakan serikat buruh yang progresif saat itu SOBSI hancur,Organisasi Tani /BTI hancur,gerakan perempuan /GERWANI hancur samapai ke akar-akarnya.
Bahkan yang lebih menampar kemanusian kita adalah Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) yang didirikan pada 1950. Sejarawan Jhon Rosa menggambarkannya dengan jelas bagaimana anggota Gerwani tidak hanya mengalami penderitaan karena diciduk, ditahan, dipenjarakan, dibuang, disiksa, tetapi juga ditelanjangi dan diperkosa bergiliran dan dilecehkan martabat kemanusiaannya, dihancurkan rumahtangganya, dan penderitaan ini tidak cukup digambarkan lewat kata- kata. Perkosaan telah menjadi kecenderungan umum para petugas keamanan ketika berhadapan dengan tapol perempuan. Sering pelecehan seksual dan perkosaan terhadap tapol perempuan menyebabkan kehamilan dan yang bersangkutan melahirkan di tempat tahanan.
Dalam bukunya Jhon Rosa menggambarkan kepiluan ini;

“Suami seorang perempuan kembang desa di Purwodadi yang anggota BTI ditangkap pada November 1965, kemudian dibuang ke Pulau Buru. Setiap malam sang isteri kembang desa ini digilir diperkosa oleh pamong desa setempat, tentara, pentolan ormas agama dan nasionalis. Bahkan suatu kali datang seorang tokoh penjagal kaum komunis yang ketika malam datang menidurinya dengan pakaian berlumuran darah dan kelewang yang besimbah darah pula. Ini bukan dongeng horor model Lubang Buaya, tetapi sejarah horor, sejarah hitam legam kaum militer Orba sebagai panutannya yang telah menciptakan kondisi dan konsep kebuasan tersebut”. (Baca buku John Roosa cs [ed], Tahun yang Tak Pernah Berakhir, Elsam, Jakarta, 2004).

Padahal awalnya organisasi ini dimaksudkan untuk menghimpun kaum perempuan agar dapat berjuang bersama kaum laki-laki merebut hak-hak sosial politiknya. Selain itu juga GERWANI bergerak dalam bidang pendidikan yakni dengan mendirikan sekolah Taman Kanak-kanak, utamanya untuk masyarakat tak berpunya dengan bayaran murah bahkan gratis di seluruh pelosok negeri. Oraginisasi perempuan ini juga mendirikan tempat penitipan anak-anak bagi ibu-ibu rakyat pekerja dengan bayaran murah bahkan gratis. Namun orgnisasi perempuan ini lah yang menjadi “simbol” untuk menghancurkan gerakan demokratik progresif diseluruh Indonesia,betapa tidak Gerwani digambarkan sebagai pelacur tidak bermoral,kejam dan penyiksa Jendral (Laki-laki) oleh karena itu harus dikembalikan kerumah menjadi perempuan “baik-baik”. Demikianlah pemerintahan Militeristik Patriarkis Orde Baru mengunakan isu moral yang mewujud dalam bentuk politik fundamentalisme agama untuk menghancurkan demokrasi.
Di zaman berdarah inilah Sumitro kembali dari perantaunnya tepatnya pada maret 1967 untuk membantu kekuasaan orde baru,tidak tanggung-tangung Sumitro di jemput langsung oleh Ali Murtopo seoarang perwira Angkatan Darat yang menjadi otak “Horor” dan kekacauan pada peristiwa Malari, Tanjung Periuk dan Papua yang sarat dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Sumitro ayah dari Jendral Prabowo calon presiden ini kemudian menjabat sebagai Menteri Perdagangan Pada 27 Maret 1968 saat Kabinet Pembangunan I di bentuk, kemudian pada Kabinet Pembangunan II Sumitro menjabat sebagai Menteri Negara Riset Nasional. Jelas dengan melihat jabatanya maka tidak dapat disangsikan bahwa Sumitro adalah arsitek ekonomi orde baru yang berjaya dengan menggadaikan seluruh kekayaan alam nasional kepada asing dan tenaga kerja rakyat Indonesia secara murah yang masi terjadi hingga saat ini. Kemesraan ini kemudian berlanjut dengan menikahnya Sang Jendral Putra Sumitro dengan Puteri Jendral Penguasa Orde baru.

Kekuatan Politik Pendukung Orde Baru

Ada singkatan yang akrab di tingkatan masyarakat jelang kejatuahan Suharto, yakni ABG (ABRI, Birokrasi, Golkar) tiga kekuasaan inilah yang menjadi pananda lenggengnya kekuasaan Orde Baru sampai 32 tahun. ABRI melalui politik Dwi Fungsinya mampu mengontrol kekuasaan dari ancaman apaupun.
Dwifungsi adalah suatu doktrin militer indonesia yang menyebutkan bahwa Angkatan Bersenjata memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur negara. Dengan peran ganda ini, militer diizinkan untuk memegang posisi di dalam pemerintahan. Wujudnya adalah Komandao Teritorial Militer sampai tingkatan desa untuk menjaga kekuasaan otoriter ini dan hak istimewa menduduki jabatan-jabatan strategis di lingkungan pemerintahan seperti menteri,gubernur dan bupati serta lembaga-lembaga legislatif dalam wadah Fraksi ABRI/TNI. Sementara Golkar pada mulanya adalah Sekeretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) yang di dirikan pada 1964 oleh perwira anggkatan darat tujuanya adalah untuk menghimpun semua kekuatan pro imperialis kolonialis untuk menghadapi kekuatan demokratis progresif pro rakyat yang di pimpin presiden Sukarno. Meskipun bukan partai politik namun golkar dapat mengikuti pemilu pada zaman orde baru dan selalu menang dengan mutlak dalam pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Kejadian ini dapat dimungkinkan, karena pemerintahan Soeharto membuat kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung kemenangan Golkar seperti kewajiban PNS untuk memilih golkar dan paksaan-paksaan lainya. Suharto sang Jendral penguasa juga adalah Pembina Golkar sampai pada kejatuhanya.
Maka teranglah pada masa Orde Baru kekuatan politik dominan ada ditangan militer sebagai pengendali utama,ini di mungkinkan dengan dukungan penuh kekuatan politik Islam fundamentalis, khususnya Masyumi, Perti, Muahamdyah, HMI dan NU yang tidak menyukai sikap tegas presiden sukarno dengan politik anti Imperialime dan Kolonialismenya yang mewujud dalam konsep Tri Sakti.

Prabowo dan Koalisi Reaksioner Partai Pendukungnya

Seperti yang kami sebutkan di atas Prabowo yang nama lengkapnya Prabowo Subianto Djojohadikusumo adalah Putra Sumitro Djojohadikusumo salah seorang arsitek ekonomi orba yang terlibat dalam pemberontakan PRRI. Sejak peristiwa 1998 nama Prabowo menjadi nyaring terdengar dengan Tim Mawarnya yang konon kabarnya adalah Tim Penculik aktifis reformasi. Peristiwa ini kemudian berujung pemecatan kepada Prabowo yang saat itu berpangkat Letnan Jendral. Ada desas desus juga yang megatakan Prabowo berencana mengkudeta Presiden BJ Habibie saat itu,namun kebenaran tentang berita itu masi perlu di buktikan namun yang pasti sampai saat ini Prabowo belum di hadapkan pada pengadilan yang adil dan terbuka terkait keterlibatannya dalam peristiwa 1998.
Paska pemecatan dari militer Prabowo berangkat ke Amman Yordania Prabowo kemudian mendapat status kewarganegaraan dari Abdulah II, praktis Prabowo memiliki kewarganegaraan ganda. Pangeran Abdulah II yang kemudian pada 1999 menjadi Raja Yordania adalah kawan Prabowo di sekolah militer di Amerika Serikat.
Prabowo kembali ke Indonesia pada November 2001 kemudian menjadi pengusaha dimana kelompok perusahaan Nusantara Group yang dimiliki oleh Prabowo menguasai dua puluh tujuh perusahaan di dalam dan luar negeri. Ia adalah Presiden dan CEO PT Tidar Kerinci Agung yang bergerak dalam bidang produksi minyak kelapa sawit, lalu PT Nusantara Energy yang bergerak dalam bidang migas, pertambangan, pertanian, kehutanan dan pulp, juga PT Jaladri Nusantara yang bergerak di bidang perikanan.
Prabowo, bersama adiknya Hasim Djohadikusumo, dan mantan Deputi V badan Intelejen Negara Bidang Penggalangan Muchdi Purwoprandjono yang diduga terlibat dalam pembunuhan aktifis HAM Munir mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya atau Partai Gerindra pada tanggal 6 Februari 2008. Adikanya Hasim adalah pengusaha kaya yang selalu menyokong pendanaan partai gerindra. Inilah Prabowo mantan Jendral baret merah yang menjadi Politisi Borjuis kaya.
Dalam Pemilihan Presiden 2014 ini Prabowo di dukung oleh koalisi partai selain partai nya Gerindra. Partai- partai pendukung itu adalah: pertama, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) partai ini adalah hasil fusi dari kekuatan Islam rekasioner pada awal Orde baru berkuasa yang sangat anti terhadap politik anti imperialism Kolonialisme Sukarno. Kedua, adalah Partai Amanat Nasional (PAN) ini adalah Partai yang didirikan era reformasi dimana ketuanya adalah Calon wakil presiden dan juga besan Presiden SBY dialah yang mencetuskan Program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) suatu program untuk mengadaikan kekayaan alam dan tenaga kerja rakyat Indonesia. Pendiri partai ini adalah cendikiawan didikan Amerika Dr. Amien Ra’is. Ketiga, adalah Partai Keadilan Sejatera (PKS) partai yang terkenal dengan mantan pemimpinnya yang korupsi daging sapi dan gratifikasi “daging mentah,” Kempat, adalah partai Partai Bulan Bintang (PBB) partai ini mengklaim sebagai penerus Masyumi dengan semangat memperjuangkan implementasi hukum syariah dan Islam di Indonesia. Namun PPP juga mengklaim diri sebagai penerus Masyumi dikarenakan elemen-elemen Parmusi (Partai Muslimin Indonesia) masih berpengaruh di PPP akibat kebijakan fusi partai zaman orde baru, demikian juga PKS mengkalim sebagai pewaris Masyumi yang sejati. Di luar kalim – mengkalim tersebut yang pasti tradisi pemikiran Masyumi masi berurat berkakar pada partai-partai yang mendaku diri sebagai partai Islam tersebut, padahal seperti tersebut di atas Masyumi adalah sala satu dalang pemberontakan PRRI yang di sokong oleh kekuatan Imperialis Amerika. Kemudian adalah Partai Golkar yang di atas telah jelas bahwa partai ini adalah sala satu kekuatan utama pelenggengan rezim militeristik otoritarian orde baru.

Penutup

Jelaslah kekuatan yang mendukung Prabowo sebagai Presiden saat ini adalah kekuatan politik yang secara historis terlibat dalam menghancurkan kekuatan Politik anti imperialism kolonialisme Sukarno dengan gagasan Tri Saktinya. Secara historis kekuatan pro imperialis ini telah terbukti menghancurkan demokrasi demi kekuasaan .Dan ancaman kembalinya masa-masa penuh represif,horror dan ketakutan telah membayang dalam pentas politik hari ini,bukan tidak mungkin jika koalisi rekasioner ini menang maka semua sejarah kelam yang dialami bangsa ini akan terkubur dan tidak akan di ketahui oleh generasi selanjutnya, gerakan-gerakan demokratis yang saat ini mulai bangkit mempertanyakan hak nya sebagai warga Negara akan kembali layu sebelum berkembang dan akhirnya buruh harus kembali ke pabrik dengan upah murah,petani harus rela tanahnya dirampas,perempuan akan kembali ke “rumah” dan menjadi ibu sekaligus pekerja dengan upah murah atau bahkan tidak di bayar sama sekali.
Dan babak berikutnya adalah Membaca dan menulis puisi pun adalah tindakan Kriminal yang pantas di bunuh dan di lenyapkan. Demokrasi dibunuh dan suara-suara dibungkam.***

Pedalaman Sulawesi, 21 Mei 2014

Rujukan:
Hampir keseluruhan bahan untuk tulisan ini diambil dari Wikipedia.
John Roosa cs [ed], Tahun yang Tak Pernah Berakhir, Elsam, Jakarta, 2004.

***Tulisan ini sebelumnya dipublikasikan di http://www.prp-indonesia.org/2014/prri-orde-baru-dan-prabowo-bangkitnya-kekuatan-anti-demokrasi diterbitkan ulang disini untuk tujuan pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar