“Liberalisasi Ekonomi dan Politik Serta Ancaman Kembalinya Otoritarianime Di
Tenggah Fragmentasi Gerakan Rakyat”
Pendahuluan
Tahun 2014
adalah tahun politik karena pada tahun ini di selenggarakan pemilihan umum
legislatif dan pemilihan umum presiden. Pemilu tahun ini di harapkan oleh
banyak kalangan menjadi titik awal perubahan kearah yang lebih baik setelah
enam belas tahun reformasi yang diwarnai dengan liberalisasi ekonomi segala
bidang dan maraknya korupsi yang melibatkan elit pimpinan negara ini. Pondasi
ekonomi yang rapuh dan kepemipinan politik yang pro modal asing dengan
semata-mata mengandalkan utang luar negeri sebagai sumber pendapatan Negara makin
menghempaskan rakyat Indonesia kedalam kondisi hidup yang semakin
memprihatinkan. Bank Indonesia (BI) mencatat total utang luar negeri Indonesia
per Januari 2014 mencapai USD269,27 miliar atau Rp3.042,751 triliun jika
mengacu kurs Rupiah sebesar Rp11.300 per USD. Besaran utang tersebut naik
sekira USD5,21 miliar atau 1,97 persen dari jumlah utang bulan sebelumnya yang
tercatat berada pada USD264,06 miliar.
Dikutip dari
situs BI, utang luar negeri Indonesia terbesar masih berasal dari sektor swasta
yang mencapai USD141,35 miliar, yang terdiri dari utang pihak perbankan sebesar
USD23,96 miliar dan nonbank mencapai USD117,39 miliar. Indicator makroekonomi yang menurut pemerintah
terus naik ternyata adalah manipulasi guna mepertahankan kekuasaan ditangan
oligarki politik.1
Namun apa yang diharapkan
oleh banyak kalangan pasca tahun politik ini kemungkinan besar tidak akan
terlaksana.Sejak Orde Baru berkuasa sampai era Reformasi saat ini program
pebaruan agraria sebagai basis pembangunan industri nasional tidak lagi menjadi
acuan dasar untuk pembangunan bangsa ini. Tidak ada satupun partai – partai
yang berkuasa saat ini memasukan pembaruan agraria dalam program politiknya
padahal liberalisasi ekonomi semakin kuat mencengram rakyat pekerja Indonesia . Progaram Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dikeluarkan rezim Susilo
Bambang Yudiono (SBY) adalah bentuk terbaru dari liberalisasi ekonomi Indonesia
yang didukung oleh produk regulasi sebagai alas hukum untuk pelaksanaanya
seperti UU tentang kehutanan, UU tentang Perkebunan, UU Sumber Daya Air, UU
Modal Asing, Undang-undang pengadaan tanah bagi kepentingan umum dan lain
sebagianya serta yang terbaru adalah Perpres 39/2014 tentang Daftar Bidang
Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal. Maka semakin teranglah bahwa
Negara ini adalah pelayan dalam pemulihan krisis kapitalisme dunia yang
memuncak pada 2008-2010 dan populer dengan sebutan Global Economic Crisis (GEC),oleh karenanya dengan MP3EI maka pemerintah Indonesia akan menggadaikan
sumber daya alam dan tenaga kerja rakyat pekerja indonesia untuk kepentingan
kapitalisme global agar keluar dari krisis yakni dengan cara menginfestasikan
modalnya ke seluruh wilayah Indonesia dengan segala kemudahanya. ______________________________
Artinya dalam
pemerintahan kedepan dipastikan tidak ada perubahan yang berarti buat rakyat
Indonesia secara umum.
Tahun politik
saat ini juga di warnai dengan ancaman kembalinya masa otoritarian yang penuh
represif seperti saat orde baru. Ini
dimungkinkan dengan majunya Prabowo Subianto sebagai kandidat presiden pada
pemilihan umum presiden (Pilpres) 2014 ini. Dengan rekam jejak yang sarat
dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Prabowo menjadi ancaman yang nyata
buat kelangsungan demokrasi meskipun dalam bentuknya yang liberal.
Tentunya apabila
Prabowo memenangkan pilpres tahun ini maka tantangan buat rakyat pekerja Indonesia
akan semakin banyak dan melelahkan apalagi pasangan wakil presidenya adalah
Hata Rajasa yang sama kita ketahui adalah tokoh yang getol memaksakan
pelaksanakan MP3EI.
Fragmentasi Gerakan Rakyat Pekerja (Buruh,
Petani,Nelayan,Masyarakat Adat dan Perempuan)
Ditengah
liberalisasi ekonomi, korupsi yang akut dan ancaman kembalinya masa otoritarian
gerakan rakyat justru masi terbelah dengan isu perjuangannya sendiri-sendiri. Ini
bisa kita lihat dalam aksi- aksi perjuangan normative dimana tiap-tiap sektor
rakyat pekerja masi bertahan dengan isu-isu sektorlnya masing-masing dan belum
memajukan isu-isu kearah tuntutan yang lebih maju demi kepentingan seluruh
rakyat tanpa meninggalkan isu sektoralnya. Bukan hanya itu bahkan yang lebih
memprihatinkan adalah dalam satu sektorpun belum ada penyatuan gerakan yang
signifikan padahal isu dan tuntutanya jelas sama. Belum adanya kesadaran
politik persatuan perjuangan rakyat pekerja inilah yang menjadi kendala dalam agenda
perjuangan rakyat.
Fragmentasi ini
juga di perparah dengan praktek politik transaksional yang telah menghancurkan
moral rakyat betapa tidak dalam praktek politik transaksional ini politik
dipandang sebagai cara mendapat kekuasaan dengan modal besar tanpa perlunya gagasan dan program untuk perubahan
yang lebih baik. Konsekuensinya adalah, menghalalkan segala cara untuk
memperoleh kekuasaan. Politik transaksional adalah politik “dagang sapi” yang
mewujud dalam perjanjian politik antar beberapa pihak dalam usaha menerima
serta memperalat kekuasaan. Politik transaksional cakupannya sangat luas, bisa
menyentuh seluruh aktivitas politik. bukan hanya pileg, pilpres ,pilkada dan
pilkades namun juga pada saat pengambilan kebijakan politik oleh penguasa.
Politik transaksional ini banyak menyeret oragnisasi- organisasi rakyat dan
aktifis rakyat masuk dalam pusarnanya sehingga dalam perjuangannya menjadi
jalan di tempat bahkan terancam hancur sama sekali.
Kondisi Umum Kehidupan Rakyat Pekerja
Secara umum
kehidupan rakyat pekerja Indonesia masi belum beranjak dari kerentananya. Memang
menurut data BPS berdasarkan data yang dilansir pada 5 Mei 2014,jumlah
penganggur pada Februari 2014 hanya mencapai 7,15 juta orang namun laporan
resmi pemerintah patut dicurigai sebagai laporan semu. Keberhasilan pemerintah dalam menurunkan angka pengangguran
ternyata tidak sesuai dengan kenyataan karena tenaga kerja informal masih besar
dan underemployment setiap tahun meningkat. Menurut laporan Prakasa Policy
Review sampai Juli 2013 dari 149,8 juta total tenaga kerja di
Indonesia, ternyata 103,2 juta adalah pekerja sektor informal dan setengah
pengangguran sedangkan 7,2 juta berstatus pengangguran.2
Dalam hal
perlindungan sosial rakyat pekerja Indonesia juga sangat diabaikan oleh
Negara,betapa tidak sebagai contoh salah satu kewajiban Negara adalah
melindungi hak warga Negara untuk mendapatkan hak atas pelayanan kesehatan.
Namun menurut
laporan hasil Riset kesehatan dasar (Rikesdas) Kementrian Kesaehatan desember
2013 dalam pelayanan kesehatan secara nasional, sebanyak 50,5% penduduk Indonesia
belum memiliki jaminan kesehatan. Askes/ ASABRI dimiliki oleh sekitar 6%
penduduk, Jamsostek 4,4%, asuransi kesehatan swasta dan tunjangan kesehatan
perusahaan masing-masing sebesar 1,7%.
Kepemilikan
jaminan didominasi oleh Jamkesmas (28,9%) dan Jamkesda (9,6%). Sebanyak 10,4 persen penduduk Indonesia dalam
satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan biaya rata-rata yang dikeluarkan
sebesar Rp.35.000 dimana 67,9 % adalah biaya sendiri, dan dalam satu tahun
terakhir dimana 2,3 % penduduk Indonesia melakukan rawat inap dengan biaya
rata- rata sebesar Rp.1.700.000 dimana 53,5% adalah biaya sendiri. Sedangkan
untuk rakyat yang melakukan pengobatan sendiri tanpa melalui pelayanan tenaga
medis dengan cara mebeli obat di warung masi mencapai 26,4%.
Dengan adanya
program baru pemerintah yang dikenal dengan sebutan Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang dalam pelaksanaanya di selenggarakan oleh suatau badan
yang di sebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bukan tidak mungkin
pelayanan kesehatan dan perlindungan social lainya akan semakin mengkhawatirkan
buat rakyat pekerja Indonesia. Ini disebabkan melalui BPJS pemerintah
relative tidak mengalokasikan anggaran negara untuk membiayai jaminan sosial
bagi rakyat melainkan sebagaian besar
pelayanan sosial di bebankan kepada rakyat melalui iuran. Singkatnya negara
telah melepas tanggungjawabnya untuk memberikan perlindungan sosial kepada
rakyat padahal perlindungan social negara adalah hak seluruh rakyat Indonesia.
Situasi
Umum Dinamika Gerakan Rakyat
Gerakan
Buruh
Secara umum gerakan buruh saat
ini tidak jauh berbeda dengan gerakan-gerakan sebelumnya,kaum buruh masi
berkutat dengan isu kerja kontrak /out
sourcing,pemberangusan serikat/Union Busting dan upah murah. Meskipun ada
kemajuan dalam beberapa federasi yang mengangkat isu tolak frivatisasi BUMN
namun suaranya masih sayup-sayup terdengar.
_____________________
Yang paling
signifikan dalam gerakan buruh satu tahun terakhir ini adalah kesatuan aksi
buruh yang tergabung dalam Konsolidasi Nasional Gerakan Buruh (KNGB) pada
oktober 2013. Gerakan ini mampu memobilisasi hampir semua serikat buruh seluruh
Indonesia dalam aksi Mogok Nasional (Monas).
Namun
keberhasilan mobilisasi buruh ini tidak sehebat dengan tuntutan
politiknya,gerakan yang relative besar ini hanya berkutat dengan tuntutan
normative bahkan terkesan konsumtif. Adalah benar gerakan ini mampu menaikan
upah buruh secara nasional namun kenaikan upah ini tidak merubah status dan
kondisi kerja,buruh masi terus terikat dengan
kerja kontrak /out sourcing. Tidak ada satupun tuntutan buruh yang
mengarah kepada perlindungan sosial sebagai hak warga negara.
Sebagai contoh dalam
komponen standar Kebutuhan Hidup layak (KHL) yang di usulkan buruh tidak
satupun tuntutan perlindungan reproduski buruh perempuan dimasukan,seperti
ruang laktasi/menyusui bagi para ibu untuk memberikan asupan nutrisi eksklusif
bagi bayi mereka, serta tempat penitipan anak (daycare unit), hak khusus
seperti hak cuti hamil, hak cuti melahirkan, hak cuti tertentu sebagai kodrat
perempuan dengan tetap mendapatkan bayaran upah secara penuh, hak untuk
Perawatan setelah aborsi,hak untuk mendapatkan Screening dan deteksi dini
penyakit-penyakit berbahaya. (misalnya kanker leher rahim/serviks) dan
lain-lain.3
Aksi Monas ini
semata-mata hanya meminta kenaikan upah dan tak menyetuh sedikitpun hak
perindungan sosial sebagai warga negara,bahkan menuntut pemerintah untuk
mengendalikan harga bahan pokok pun luput dari gerakan buruh saat terjadi Mogok
Nasional KNGB. Dalam aksi hari buruh sedunia 1 mei 2014 sebagai hari libur pertama
buat kaum buruh dalam kalender indonesia juga demikian pendeknya semua bisa di
jawab dengan uang jika ada kenaikan upah tanpa pertimbangan inflasi yang akan
selalu melonjak. Patut disayangkan memang dengan eklususifnya gerakan buruh ini
karena arah menuju persatuan perjuangan rakyat pekerja secara keseluruhan yang
lebih besar belum menjadi agenda yang nyata.
Gerakan Petani
Gerakan petani Indonesia hari
kehari di era reformasi ini justru jauh lebih memprihatinkan selain menghadapi
kondisi mahalnya
biaya produksi pertanian seperti pupuk, bibit, alat bajak dan penggilingan yang
tak sebanding dengan harga produk-produk pertanian yang di hasilkan justru petani Indonesia dibiarkan bertahan dan bertarung sendiri (tanpa
insentif dan subsidi pemerintah), menghadapi banjirnya produk-produk
pertanian impor yang
justru diberikan kemudahan untuk masuk ke indonesia. Belum lagi menghadapi
spekulan harga di pasar, mengahadapi rentenir dan sulitnya
mendapatkan permodalan untuk meningkatkan produk-produk pertanian, perkebunan
dan peternakan bagi petani. Kondisi ini
kemudian di perparah dengan banyaknya kriminalisasi yang di lakukan negara dan
perusahan baik swasta maupun nasional kepada petani yang mempertahankan hak
atas tanah dan wilayah kelolanya,baik dari perusahaan perkebunan maupun
pertambangan.
______________________
Menurut
Konsorsium Pembaruan Agrarian (KPA) kekerasan yang dialami petani yang
dilakukan oleh Negara bertambah setiap tahunnya. Pada laporan KPA 2012 terdapat
941 petani ditahan, 396 mengalami luka-luka, 63 orang diantaranya mengalami
luka serius akibat peluru aparat, serta meninggalnya 44 orang di
wilayah-wilayah konflik tersebut dalam kurun waktu delapan tahun. Dalam kondisi
yang penuh tekanan inilah gerakan petani seperti jalan di tempat,meskipun
ekskalasi aksi petani setiap tahunnya meningkat namun petani masi berkutat
dengan persoalan advokasi dan belum dapat melampaui lebih dari itu. Akibat
tekanan yang banyak beberapa organisasi petani terpaksa membangun konsesesi
dengan elit-elit politik baik di nasional maupun lokal guna mengurangi tingkat
represipitas maupun membantu petani dalam mendapatkan hak kelolanya namun pada
jangka panjang konsesi tersebut bisa berujung kooptasi yang bisa menghambat
kemajuan organisasi menuju kesadaran yang lebih politik guna membangun
persatuan perjuangan rakyat apalagi pada prinsipnya organisasi petani belum
melepaskan diri pada pembangunan organisasi yang rasional lepas dari sandaran
pada kepemimpinan seorang tokoh yang kharismatik.
Gerakan Nelayan
Terkenal
sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah perairan 5,8 juta km2, luas
daratan hanya 1,9 juta km2,dan memiliki 17.508 pulau besar dan kecil, serta
panjang pantai seluas 95.000 km2, pada kenyataannya Indonesia tiadak visi
kelautan yang menjadi rujukan pokok pembangunan.4
Persis seperti
petani nelayan kecil sebagai bagian rakyat pekerja juga sangat terkendala
dengan permodalan dalam melaut. Mulai dari teknologi yang tradisonal sampai
mahalnya biaya dalam aktifitas penangkapan ikan. Kondisi ini makin di perparah
dengan Kenaikan harga bahan bakar ditambah lagi dengan kelangkaan BBM di
daerah- daerah pesisir sehingga banyak nelayan yang terjerat utang kepada
tengkulak. Bagaimana tidak, terbatasnya stasiun pengisian bahan bakar nelayan
(SPBN) dan kios pengisian solar nelayan di sentra produksi, memaksa nelayan
membeli bahan bakar eceran yang harganya lebih mahal. Ditambah lagi dengan
adanya penghapusan subsidi minyak tanah yang semakin menambah derita nelayan,
karena keluarga nelayan sangat bergantung pada minyak tanah untuk kegiatan
sehari-harinya.
Diterbitkannya
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor PER.12/MEN/2012
tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas dan Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) semakin memperburuk
kehidupan nelayan tradisonal Indonesia. Permen ini ditetapkan untuk mendorong
investor, utamanya dari dalam negeri untuk melakukan usaha penangkapan ikan di
laut lepas.
Jalan
keluar nelayan hanyalah dengan menjadi anak Buah Kapal (ABK) di kapal berukuran
di atas 30 GT yang
dapat diberi izin menangkap ikan di perairan kepulauan dan ZEEI. Anak buah
kapal ini juga
tanpa perlindungan apapun dari Negara. Perlawanan nelayan seperti yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) waktu menggelar aksi
demonstrasi di depan Istana Negara beberapa waktu lalu menolak rencana
pemerintah untuk mencabut subsidi solar sejatinya hanya menguntungkan pemilik
kapal.
________________________________
Nelayan terpaksa
melakukan aksi demo ini karena dengan kebijakan tersebut mereka akan kehilangan
mata pencaharianya sebagai anak buak kapal dengan bobot 30 GT.
Keperpihakan
pemerintah dalam pengeloalaan perikikan kepada pemilik modal semakin nyata
dengan pepres ini. Dengan memberikan izin memindahkan ikan
(transshipment) bagi kapal 1.000 GT yang dapat dapat diartikan untuk
memfasilitasi kapal-kapal ikan asing, ini dikarenakan pemerintah belum memiliki
kapal dengan bobot 1000 GT.
Namun
tidak semuanya nelayan tradsional berlalih menjadi “buruh” kapal masi banyak
nelayan yang bertahan dengan cara tradisonal dengan kapal maximal berkeuatan 5
GT atau bahkan tidak menggunakan mesin sama sekali dengan resiko kehidupan
keluarga yang begitu rentan. Dalam
keadaan tidak bisa melaut akibat cuaca buruk maka curahan waktu kerja yang tanggung
oleh isteri nelayan jauh lebih lama dibandingkan dengan suami mereka (nelayan)
yakni mencapai 17 jam sebab kebanykana istri nelayan memiliki beban-ganda (double-burden) ini dikarenakan
selain mengurus keluarga mereka juga menecari alternative pendapatan di tempat
lain seperti pekerja rumah tangga misalnya.
Demikianlah
kondisi nelayan Indonesia secara umum sehingga pembangunan organisasi dan
agenda gerakan seperti jalan di tempat dengan banyaknya persoalan yang menyakut
kebutuhan-kebutuhan dasar maka gerakan nelayan menuju gerakan yang lebih
politis menjadi sesuatu yang sangat berat namun bukan berarti mustahil.
Kedepanya gerakan nelayan mesti lebih focus untuk menutut pemerintah memberikan
perlidungan yang jelas bagi nelayan seperti Modal usaha untuk produksi dan pengolahan,asuransi
iklim dan jiwa, Subsidi BBM dan biaya produksi,Insentif penjualan harga ikan di
Tempat Pelelangan Ikan,Penghapusan pungutan perikanan; dan jaminan penggantian kapal bila terjadi
kerusakan.
Gerakan Masyarakat Adat
Seperti
gerakan petani dan nelayan gerakan masyarakat masyarakat adat juga seperti
mengalami stagnan. Masyarakat adat masi berkutat soal advokasi demi
mempertahankan hak kelolanya atas sumber- sumber agraria. Meskipun keputusan Makhamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang pengeluaran
hutan adat dari hutan Negara telah menjadi kekuatan hokum tetap dalam penggelolaan
hutan bagi masyarakat adat namun implementasi di daerah-daerah masi belum
terjadi. Banyak kendala yang dihadapi dilapangan terkait penetapan hutan adat
melalui peraturan daerah (Perda) diantaranya disebabkan sebelum ada putusan MK
wilayah hutan adat telah di berikan pengelolaanya kepada swasta oleh pemerintah
daerah. Upaya pemetaan yang demokratis terkait wilayah hutan adat antara
masyarakat adat dan pemerintah (Kementrian Kehutanan) adalah jalan keluar demi
kadaulatan msyarakat adat sebagaimana amanat oleh konstitusi. Karena tanpa
pemetaan yang jujur, transparan dan demokratis kemukinan besar konflik ruang
yang selama ini terjadi antara masyarakat adat dan Negara akan tetap terjadi.
Tantangan
kedepan bagi gerakan masyarakat adat adalah tentang pengelolaan sumber-sumber
agraria agar benar- benar sesuai dengan amanat konstitusi yakni ditujukan
sebesar-besarnya kamkmuran rakyat. Ini sangat penting menjadi pertimbangan
dikarenakan praktek politik transaksional seperti kami sebutkan diatas sangat
mungkin mengkooptasi gerakan sehingga keluar dari tujauan awal organisasi saat
didirikan.
Gerakan Perempuan
Gerakan
perempuan masi memiliki tantangan yang berat dalam agenda perjuanganya kedepan.
Sebagaimana menurut data laporan yang diterima Komisi
Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan yang dilansir Tempo terncatat adanya
peningkatan temuan korban kekerasan pada perempuan. Komnas perempuan merekam
279.760 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang 2013, lebih besar
dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 216.156 kasus. Jumlah ini mungkin
akan jauh lebih besar karena banyak kasus yang tidak dilaporakan ke Komnas
Perempuan.5
Meskipun
sejak era reformasi perjuangan gerakan perempuan mendapat tempat setelah kehancuranya
pada 1965 dan peberdayaan perempuan telah menjadi agenda nasional namun
sejatinya perempuan masih rentan terhadap ketertindasan dengan maraknya
kekerasan dan eksploitasi baik yang langsung maupun terselubung dalam relasi
keluarga. Secara langsung kita dapat melihat banyaknya kekerasan yang
disebutkan diatas bahkan Negara bermuka dua dalam pemberdayaan perempuan ini
terang terliahat dengan produk-produk hukum pasca 1998 dari Perda Syariah di
Aceh dan di Jawa Barat hingga undang-undang anti-pornografi justru
melanggengkan sistem patriarki dengan menjadikan tubuh perempuan sebagai obyek
yang dikontrol. Secara terselubung Perempuan-perempuan rakyat pekerja cendrung
mengalami beban ganda sebagai ibu yang mengurus rumah tangga sekaligus pencari
nafkah keluarga.
Dalam
kancah politik meskipun Negara telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun
2003 tentang Pemilihan Umum yang mewajibakan keterwakilan peempuan 30% bagi
Parpol Peserta Pemilu untuk mengajukan
calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah
Pemilihan namun keterwakilan perempuan relatif menurun pada pemilu 2014 ini.
Perempuan kehilangan enam kursi perwakilannya di DPR untuk periode masa bakti
2014-2019 yang pada pemilu 2009 perempuan memperoleh 103 jumlah kursi namun
pada pemilu 2014 perempuan hanya memperoleh 97 kursi ini pun belum pasti
mewakili kepentingan perempuan secara umum. Sekali lagi ini adalah dampak dari
politik transaksional yang sangat merusak dalam pentas pemilu dinegara kita
sehingga wakil-wakil perempuan rakyat pekerja akan susah terlibat dalam proses
politik electoral yang mensaratkan biaya politik yang besar.
Selain
itu seperti yang telah kami singgung sebelumnya perlindungan terhadap
reproduksi perempuan masi menjadi isu dalam agenda perjuangan kedepan ini
dikarenakan Negara terkesan lepas tangan dalam melaksanakan fungsinya dalam
upaya perlindungan kesehatan reproduksi perempuan. Upaya pemerintah melalui
mekanisme BPJS yang telah kami sebutkan sebelumnya belum menjamin perlindungan
kesehatan reproduksi yang sejati buat perempuan. Inilah yang menjadi tantangan
kedepan bagi perempuan untuk dapat beregerak lebih maju lagi dalam
memeprjuangkan hak-haknya khususnya perempuan rakyat pekerja.
__________________________
Penutup
Perjuangan
rakyat pekerja Indonesia tidak dapat di lepaskan dari dua isu besar yakni
Reforma Agraria (Pembaruan Agraria) dan pembangunan Industry Nasional. Namun
untuk dapat mewujudkan itu diperlukan suatu langkah besar buat rakyat pekerja
secara keseluruhan langkah besar itu adalah persatuan seluruh gerakan rakyat pekerja
agar dapat merebut kekuasaan politik. Tantangan kedepan bagi rakyat pekerja
Indonesia adalah membangun alat politiknya sendiri. Sangat tidak mudah memang
dengan situasi yang dihadapi sekarang ini, dimana hampir seluruh peraturan
perundangan di bentuk oleh oligargi politik diperuntukan untuk kepentingan
modal. Rezim oligarki politik yang mejalankan agenda neoliberal telah
melepaskan tanggungjawabnya dalam mewujudkan perlindungan sosial kepada seluruh
rakyat Indonesia serta mengisolasi gerakan rakyat agar tunduk terhadap
kepentinganya melalui politik transaksional yang memakan biaya besar.
Karena
tantangan yang tidak mudah itulah maka untuk mewujudkan cita-cita gerakan
rakyat tidak ada jalan lain selain mebangun basis gerakan secara teritorial
dimana rakyat pekerja seluruhnya bahu membahu,bersatu padu dan bergotong royong
merebut kepemimpinan politik disetiap tingkatan wilayah dengan alatnya
sendiri,kekuatannya sendiri dan melahirkan pemimpinnya sendiri. Tanpa itu semua
cita-cita gerakan rakyat hanya akan menjadi mimpi tanpa mewujud menjadi
kekuasaan yang melindungi seluruh rakyat Indonesia.
Telah lama
kita alami bahwa fragmentasi gerakan tidak membawa perubahan apapun bagi rakyat
pekerja Indonesia,kita hanya akan selalu terjebak dan mengulangi situasi yang
penuh ketertindasan dan perampasan atas hak sebagai warga Negara.
Akhirnya
tidak ada jalan lain untuk mewujudkan Keadilan Agraria dan Pembangunan Industri
Nasional yang terpadu, kuat dan mandiri menuju kesejahteraan rakyat yang adil,
makmur dan setara bila kedaulatan bukan di tangan Rakyat. ***
Tulisan ini sebelumnya dipresentasikan sebagai pembacaan Situasi Nasional dalam pertemuan Dewan Nasional Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) di bandung tahun 2014