Sabtu, 08 Agustus 2015

“Liberalisasi Ekonomi dan Politik Serta Ancaman Kembalinya Otoritarianime Di Tenggah Fragmentasi Gerakan Rakyat”



“Liberalisasi Ekonomi dan Politik  Serta Ancaman Kembalinya Otoritarianime Di Tenggah Fragmentasi Gerakan Rakyat”
 
Pendahuluan 

Tahun 2014 adalah tahun politik karena pada tahun ini di selenggarakan pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden. Pemilu tahun ini di harapkan oleh banyak kalangan menjadi titik awal perubahan kearah yang lebih baik setelah enam belas tahun reformasi yang diwarnai dengan liberalisasi ekonomi segala bidang dan maraknya korupsi yang melibatkan elit pimpinan negara ini. Pondasi ekonomi yang rapuh dan kepemipinan politik yang pro modal asing dengan semata-mata mengandalkan utang luar negeri sebagai sumber pendapatan Negara makin menghempaskan rakyat Indonesia kedalam kondisi hidup yang semakin memprihatinkan. Bank Indonesia (BI) mencatat total utang luar negeri Indonesia per Januari 2014 mencapai USD269,27 miliar atau Rp3.042,751 triliun jika mengacu kurs Rupiah sebesar Rp11.300 per USD. Besaran utang tersebut naik sekira USD5,21 miliar atau 1,97 persen dari jumlah utang bulan sebelumnya yang tercatat berada pada USD264,06 miliar.
Dikutip dari situs BI, utang luar negeri Indonesia terbesar masih berasal dari sektor swasta yang mencapai USD141,35 miliar, yang terdiri dari utang pihak perbankan sebesar USD23,96 miliar dan nonbank mencapai USD117,39 miliar.  Indicator makroekonomi yang menurut pemerintah terus naik ternyata adalah manipulasi guna mepertahankan kekuasaan ditangan oligarki politik.1
Namun apa yang diharapkan oleh banyak kalangan pasca tahun politik ini kemungkinan besar tidak akan terlaksana.Sejak Orde Baru berkuasa sampai era Reformasi saat ini program pebaruan agraria sebagai basis pembangunan industri nasional tidak lagi menjadi acuan dasar untuk pembangunan bangsa ini. Tidak ada satupun partai – partai yang berkuasa saat ini memasukan pembaruan agraria dalam program politiknya padahal  liberalisasi ekonomi semakin  kuat mencengram  rakyat pekerja Indonesia . Progaram Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dikeluarkan rezim Susilo Bambang Yudiono (SBY) adalah bentuk terbaru dari liberalisasi ekonomi Indonesia yang didukung oleh produk regulasi sebagai alas hukum untuk pelaksanaanya seperti UU tentang kehutanan, UU tentang Perkebunan, UU Sumber Daya Air, UU Modal Asing, Undang-undang pengadaan tanah bagi kepentingan umum dan lain sebagianya serta yang terbaru adalah Perpres 39/2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Maka semakin teranglah bahwa Negara ini adalah pelayan dalam pemulihan krisis kapitalisme dunia yang memuncak pada 2008-2010 dan populer dengan sebutan Global Economic Crisis (GEC),oleh karenanya dengan MP3EI maka pemerintah Indonesia akan menggadaikan sumber daya alam dan tenaga kerja rakyat pekerja indonesia untuk kepentingan kapitalisme global agar keluar dari krisis yakni dengan cara menginfestasikan modalnya ke seluruh wilayah Indonesia dengan segala kemudahanya. ______________________________
1Pemerintah bersikeras bahwa kondisi makroekonomi amat baik dan cenderung terus membaik. Sementara itu, kondisi mikroekonomi justeru tampak mengkhawatirkan. Dalam kehidupan ekonomi seharihari yang nyata, kebanyakan orang merasakan nuansa berbeda dari persepsi pemerintah. Lihat  http://vantheyologi.files.wordpress.com/2012/07/neo-liberalisme-mencengkram-indonesia.pdf

Artinya dalam pemerintahan kedepan dipastikan tidak ada perubahan yang berarti buat rakyat Indonesia secara umum.
Tahun politik saat ini juga di warnai dengan ancaman kembalinya masa otoritarian yang penuh represif seperti  saat orde baru. Ini dimungkinkan dengan majunya Prabowo Subianto sebagai kandidat presiden pada pemilihan umum presiden (Pilpres) 2014 ini. Dengan rekam jejak yang sarat dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Prabowo menjadi ancaman yang nyata buat kelangsungan demokrasi meskipun dalam bentuknya yang liberal.
Tentunya apabila Prabowo memenangkan pilpres tahun ini maka tantangan buat rakyat pekerja Indonesia akan semakin banyak dan melelahkan apalagi pasangan wakil presidenya adalah Hata Rajasa yang sama kita ketahui adalah tokoh yang getol memaksakan pelaksanakan MP3EI.

Fragmentasi Gerakan Rakyat Pekerja (Buruh, Petani,Nelayan,Masyarakat Adat dan Perempuan)
Ditengah liberalisasi ekonomi, korupsi yang akut dan ancaman kembalinya masa otoritarian gerakan rakyat justru masi terbelah dengan isu perjuangannya sendiri-sendiri. Ini bisa kita lihat dalam aksi- aksi perjuangan normative dimana tiap-tiap sektor rakyat pekerja masi bertahan dengan isu-isu sektorlnya masing-masing dan belum memajukan isu-isu kearah tuntutan yang lebih maju demi kepentingan seluruh rakyat tanpa meninggalkan isu sektoralnya. Bukan hanya itu bahkan yang lebih memprihatinkan adalah dalam satu sektorpun belum ada penyatuan gerakan yang signifikan padahal isu dan tuntutanya jelas sama. Belum adanya kesadaran politik persatuan perjuangan rakyat pekerja inilah yang menjadi kendala dalam agenda perjuangan rakyat.
Fragmentasi ini juga di perparah dengan praktek politik transaksional yang telah menghancurkan moral rakyat betapa tidak dalam praktek politik transaksional ini politik dipandang sebagai cara mendapat kekuasaan dengan modal besar tanpa  perlunya gagasan dan program untuk perubahan yang lebih baik. Konsekuensinya adalah, menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Politik transaksional adalah politik “dagang sapi” yang mewujud dalam perjanjian politik antar beberapa pihak dalam usaha menerima serta memperalat kekuasaan. Politik transaksional cakupannya sangat luas, bisa menyentuh seluruh aktivitas politik. bukan hanya pileg, pilpres ,pilkada dan pilkades namun juga pada saat pengambilan kebijakan politik oleh penguasa. Politik transaksional ini banyak menyeret oragnisasi- organisasi rakyat dan aktifis rakyat masuk dalam pusarnanya sehingga dalam perjuangannya menjadi jalan di tempat bahkan terancam hancur sama sekali.

Kondisi Umum Kehidupan Rakyat Pekerja
Secara umum kehidupan rakyat pekerja Indonesia masi belum beranjak dari kerentananya. Memang menurut data BPS berdasarkan data yang dilansir pada 5 Mei 2014,jumlah penganggur pada Februari 2014 hanya mencapai 7,15 juta orang namun laporan resmi pemerintah patut dicurigai sebagai laporan semu. Keberhasilan pemerintah dalam menurunkan angka pengangguran ternyata tidak sesuai dengan kenyataan karena tenaga kerja informal masih besar dan underemployment setiap tahun meningkat. Menurut laporan Prakasa Policy Review sampai Juli 2013  dari 149,8 juta total tenaga kerja di Indonesia, ternyata 103,2 juta adalah pekerja sektor informal dan setengah pengangguran sedangkan 7,2 juta berstatus pengangguran.2
Dalam hal perlindungan sosial rakyat pekerja Indonesia juga sangat diabaikan oleh Negara,betapa tidak sebagai contoh salah satu kewajiban Negara adalah melindungi hak warga Negara untuk mendapatkan hak atas pelayanan kesehatan.
Namun menurut laporan hasil Riset kesehatan dasar (Rikesdas) Kementrian Kesaehatan desember 2013 dalam pelayanan kesehatan secara nasional, sebanyak 50,5% penduduk Indonesia belum memiliki jaminan kesehatan. Askes/ ASABRI dimiliki oleh sekitar 6% penduduk, Jamsostek 4,4%, asuransi kesehatan swasta dan tunjangan kesehatan perusahaan masing-masing sebesar 1,7%.
Kepemilikan jaminan didominasi oleh Jamkesmas (28,9%) dan Jamkesda (9,6%).  Sebanyak 10,4 persen penduduk Indonesia dalam satu bulan terakhir melakukan rawat jalan dan biaya rata-rata yang dikeluarkan sebesar Rp.35.000 dimana 67,9 % adalah biaya sendiri, dan dalam satu tahun terakhir dimana 2,3 % penduduk Indonesia melakukan rawat inap dengan biaya rata- rata sebesar Rp.1.700.000 dimana 53,5% adalah biaya sendiri. Sedangkan untuk rakyat yang melakukan pengobatan sendiri tanpa melalui pelayanan tenaga medis dengan cara mebeli obat di warung masi mencapai 26,4%.
Dengan adanya program baru pemerintah yang dikenal dengan sebutan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dalam pelaksanaanya di selenggarakan oleh suatau badan yang di sebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bukan tidak mungkin pelayanan kesehatan dan perlindungan social lainya akan semakin mengkhawatirkan buat rakyat pekerja Indonesia. Ini disebabkan melalui BPJS pemerintah relative tidak mengalokasikan anggaran negara untuk membiayai jaminan sosial bagi rakyat  melainkan sebagaian besar pelayanan sosial di bebankan kepada rakyat melalui iuran. Singkatnya negara telah melepas tanggungjawabnya untuk memberikan perlindungan sosial kepada rakyat padahal perlindungan social negara adalah hak seluruh rakyat Indonesia.

Situasi Umum Dinamika Gerakan Rakyat
Gerakan Buruh
Secara umum gerakan buruh saat ini tidak jauh berbeda dengan gerakan-gerakan sebelumnya,kaum buruh masi berkutat dengan isu kerja kontrak /out sourcing,pemberangusan serikat/Union Busting dan upah murah. Meskipun ada kemajuan dalam beberapa federasi yang mengangkat isu tolak frivatisasi BUMN namun suaranya masih sayup-sayup terdengar.
_____________________

Yang paling signifikan dalam gerakan buruh satu tahun terakhir ini adalah kesatuan aksi buruh yang tergabung dalam Konsolidasi Nasional Gerakan Buruh (KNGB) pada oktober 2013. Gerakan ini mampu memobilisasi hampir semua serikat buruh seluruh Indonesia dalam aksi Mogok Nasional (Monas).
Namun keberhasilan mobilisasi buruh ini tidak sehebat dengan tuntutan politiknya,gerakan yang relative besar ini hanya berkutat dengan tuntutan normative bahkan terkesan konsumtif. Adalah benar gerakan ini mampu menaikan upah buruh secara nasional namun kenaikan upah ini tidak merubah status dan kondisi kerja,buruh masi terus terikat dengan  kerja kontrak /out sourcing. Tidak ada satupun tuntutan buruh yang mengarah kepada perlindungan sosial sebagai hak warga negara.
Sebagai contoh dalam komponen standar Kebutuhan Hidup layak (KHL) yang di usulkan buruh tidak satupun tuntutan perlindungan reproduski buruh perempuan dimasukan,seperti ruang laktasi/menyusui bagi para ibu untuk memberikan asupan nutrisi eksklusif bagi bayi mereka, serta tempat penitipan anak (daycare unit), hak khusus seperti hak cuti hamil, hak cuti melahirkan, hak cuti tertentu sebagai kodrat perempuan dengan tetap mendapatkan bayaran upah secara penuh, hak untuk Perawatan setelah aborsi,hak untuk mendapatkan Screening dan deteksi dini penyakit-penyakit berbahaya. (misalnya kanker leher rahim/serviks) dan lain-lain.3
Aksi Monas ini semata-mata hanya meminta kenaikan upah dan tak menyetuh sedikitpun hak perindungan sosial sebagai warga negara,bahkan menuntut pemerintah untuk mengendalikan harga bahan pokok pun luput dari gerakan buruh saat terjadi Mogok Nasional KNGB. Dalam aksi hari buruh sedunia 1 mei 2014 sebagai hari libur pertama buat kaum buruh dalam kalender indonesia juga demikian pendeknya semua bisa di jawab dengan uang jika ada kenaikan upah tanpa pertimbangan inflasi yang akan selalu melonjak. Patut disayangkan memang dengan eklususifnya gerakan buruh ini karena arah menuju persatuan perjuangan rakyat pekerja secara keseluruhan yang lebih besar belum menjadi agenda yang nyata.

Gerakan Petani
Gerakan petani Indonesia hari kehari di era reformasi ini justru jauh lebih memprihatinkan selain menghadapi kondisi mahalnya biaya produksi pertanian seperti pupuk, bibit, alat bajak dan penggilingan yang tak sebanding dengan harga produk-produk pertanian yang di hasilkan justru petani Indonesia dibiarkan bertahan dan bertarung sendiri (tanpa insentif dan subsidi pemerintah), menghadapi banjirnya  produk-produk pertanian impor yang justru diberikan kemudahan untuk masuk ke indonesia. Belum lagi menghadapi spekulan harga di pasar, mengahadapi rentenir dan sulitnya mendapatkan permodalan untuk meningkatkan produk-produk pertanian, perkebunan dan peternakan bagi petani. Kondisi ini kemudian di perparah dengan banyaknya kriminalisasi yang di lakukan negara dan perusahan baik swasta maupun nasional kepada petani yang mempertahankan hak atas tanah dan wilayah kelolanya,baik dari perusahaan perkebunan maupun pertambangan.
______________________

Menurut Konsorsium Pembaruan Agrarian (KPA) kekerasan yang dialami petani yang dilakukan oleh Negara bertambah setiap tahunnya. Pada laporan KPA 2012 terdapat 941 petani ditahan, 396 mengalami luka-luka, 63 orang diantaranya mengalami luka serius akibat peluru aparat, serta meninggalnya 44 orang di wilayah-wilayah konflik tersebut dalam kurun waktu delapan tahun. Dalam kondisi yang penuh tekanan inilah gerakan petani seperti jalan di tempat,meskipun ekskalasi aksi petani setiap tahunnya meningkat namun petani masi berkutat dengan persoalan advokasi dan belum dapat melampaui lebih dari itu. Akibat tekanan yang banyak beberapa organisasi petani terpaksa membangun konsesesi dengan elit-elit politik baik di nasional maupun lokal guna mengurangi tingkat represipitas maupun membantu petani dalam mendapatkan hak kelolanya namun pada jangka panjang konsesi tersebut bisa berujung kooptasi yang bisa menghambat kemajuan organisasi menuju kesadaran yang lebih politik guna membangun persatuan perjuangan rakyat apalagi pada prinsipnya organisasi petani belum melepaskan diri pada pembangunan organisasi yang rasional lepas dari sandaran pada kepemimpinan seorang tokoh yang kharismatik.

Gerakan Nelayan

Terkenal sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah perairan 5,8 juta km2, luas daratan hanya 1,9 juta km2,dan memiliki 17.508 pulau besar dan kecil, serta panjang pantai seluas 95.000 km2, pada kenyataannya Indonesia tiadak visi kelautan yang menjadi rujukan pokok pembangunan.4
Persis seperti petani nelayan kecil sebagai bagian rakyat pekerja juga sangat terkendala dengan permodalan dalam melaut. Mulai dari teknologi yang tradisonal sampai mahalnya biaya dalam aktifitas penangkapan ikan. Kondisi ini makin di perparah dengan Kenaikan harga bahan bakar ditambah lagi dengan kelangkaan BBM di daerah- daerah pesisir sehingga banyak nelayan yang terjerat utang kepada tengkulak. Bagaimana tidak, terbatasnya stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) dan kios pengisian solar nelayan di sentra produksi, memaksa nelayan membeli bahan bakar eceran yang harganya lebih mahal. Ditambah lagi dengan adanya penghapusan subsidi minyak tanah yang semakin menambah derita nelayan, karena keluarga nelayan sangat bergantung pada minyak tanah untuk kegiatan sehari-harinya.
Diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor PER.12/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor PER.30/MEN/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) semakin memperburuk kehidupan nelayan tradisonal Indonesia. Permen ini ditetapkan untuk mendorong investor, utamanya dari dalam negeri untuk melakukan usaha penangkapan ikan di laut lepas.
Jalan keluar nelayan hanyalah dengan menjadi anak Buah Kapal (ABK) di kapal berukuran di atas 30 GT yang dapat diberi izin menangkap ikan di perairan kepulauan dan ZEEI. Anak buah kapal ini juga tanpa perlindungan apapun dari Negara. Perlawanan nelayan seperti yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) waktu menggelar aksi demonstrasi di depan Istana Negara beberapa waktu lalu menolak rencana pemerintah untuk mencabut subsidi solar sejatinya hanya menguntungkan pemilik kapal.
________________________________


Nelayan terpaksa melakukan aksi demo ini karena dengan kebijakan tersebut mereka akan kehilangan mata pencaharianya sebagai anak buak kapal dengan bobot 30 GT.
Keperpihakan pemerintah dalam pengeloalaan perikikan kepada pemilik modal semakin nyata dengan pepres ini. Dengan memberikan izin memindahkan ikan (transshipment) bagi kapal 1.000 GT yang dapat dapat diartikan untuk memfasilitasi kapal-kapal ikan asing, ini dikarenakan pemerintah belum memiliki kapal dengan bobot 1000 GT.
Namun tidak semuanya nelayan tradsional berlalih menjadi “buruh” kapal masi banyak nelayan yang bertahan dengan cara tradisonal dengan kapal maximal berkeuatan 5 GT atau bahkan tidak menggunakan mesin sama sekali dengan resiko kehidupan keluarga yang begitu rentan. Dalam keadaan tidak bisa melaut akibat cuaca buruk maka curahan waktu kerja yang tanggung oleh isteri nelayan jauh lebih lama dibandingkan dengan suami mereka (nelayan) yakni mencapai 17 jam sebab kebanykana istri nelayan memiliki beban-ganda (double-burden) ini dikarenakan selain mengurus keluarga mereka juga menecari alternative pendapatan di tempat lain seperti pekerja rumah tangga misalnya.
Demikianlah kondisi nelayan Indonesia secara umum sehingga pembangunan organisasi dan agenda gerakan seperti jalan di tempat dengan banyaknya persoalan yang menyakut kebutuhan-kebutuhan dasar maka gerakan nelayan menuju gerakan yang lebih politis menjadi sesuatu yang sangat berat namun bukan berarti mustahil. Kedepanya gerakan nelayan mesti lebih focus untuk menutut pemerintah memberikan perlidungan yang jelas bagi nelayan seperti  Modal usaha untuk produksi dan pengolahan,asuransi iklim dan jiwa, Subsidi BBM dan biaya produksi,Insentif penjualan harga ikan di Tempat Pelelangan Ikan,Penghapusan pungutan perikanan; dan  jaminan penggantian kapal bila terjadi kerusakan.

Gerakan Masyarakat Adat

Seperti gerakan petani dan nelayan gerakan masyarakat masyarakat adat juga seperti mengalami stagnan. Masyarakat adat masi berkutat soal advokasi demi mempertahankan hak kelolanya atas sumber- sumber agraria. Meskipun keputusan Makhamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang pengeluaran hutan adat dari hutan Negara telah menjadi kekuatan hokum tetap dalam penggelolaan hutan bagi masyarakat adat namun implementasi di daerah-daerah masi belum terjadi. Banyak kendala yang dihadapi dilapangan terkait penetapan hutan adat melalui peraturan daerah (Perda) diantaranya disebabkan sebelum ada putusan MK wilayah hutan adat telah di berikan pengelolaanya kepada swasta oleh pemerintah daerah. Upaya pemetaan yang demokratis terkait wilayah hutan adat antara masyarakat adat dan pemerintah (Kementrian Kehutanan) adalah jalan keluar demi kadaulatan msyarakat adat sebagaimana amanat oleh konstitusi. Karena tanpa pemetaan yang jujur, transparan dan demokratis kemukinan besar konflik ruang yang selama ini terjadi antara masyarakat adat dan Negara akan tetap terjadi.
Tantangan kedepan bagi gerakan masyarakat adat adalah tentang pengelolaan sumber-sumber agraria agar benar- benar sesuai dengan amanat konstitusi yakni ditujukan sebesar-besarnya kamkmuran rakyat. Ini sangat penting menjadi pertimbangan dikarenakan praktek politik transaksional seperti kami sebutkan diatas sangat mungkin mengkooptasi gerakan sehingga keluar dari tujauan awal organisasi saat didirikan.

Gerakan Perempuan

Gerakan perempuan masi memiliki tantangan yang berat dalam agenda perjuanganya kedepan. Sebagaimana menurut data laporan yang diterima Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan yang dilansir Tempo terncatat adanya peningkatan temuan korban kekerasan pada perempuan. Komnas perempuan merekam 279.760 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang 2013, lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 216.156 kasus. Jumlah ini mungkin akan jauh lebih besar karena banyak kasus yang tidak dilaporakan ke Komnas Perempuan.5
Meskipun sejak era reformasi perjuangan gerakan perempuan mendapat tempat setelah kehancuranya pada 1965 dan peberdayaan perempuan telah menjadi agenda nasional namun sejatinya perempuan masih rentan terhadap ketertindasan dengan maraknya kekerasan dan eksploitasi baik yang langsung maupun terselubung dalam relasi keluarga. Secara langsung kita dapat melihat banyaknya kekerasan yang disebutkan diatas bahkan Negara bermuka dua dalam pemberdayaan perempuan ini terang terliahat dengan produk-produk hukum pasca 1998 dari Perda Syariah di Aceh dan di Jawa Barat hingga undang-undang anti-pornografi justru melanggengkan sistem patriarki dengan menjadikan tubuh perempuan sebagai obyek yang dikontrol. Secara terselubung Perempuan-perempuan rakyat pekerja cendrung mengalami beban ganda sebagai ibu yang mengurus rumah tangga sekaligus pencari nafkah keluarga.
Dalam kancah politik meskipun Negara telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum yang mewajibakan keterwakilan peempuan 30% bagi Parpol Peserta Pemilu untuk  mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan namun keterwakilan perempuan relatif menurun pada pemilu 2014 ini. Perempuan kehilangan enam kursi perwakilannya di DPR untuk periode masa bakti 2014-2019 yang pada pemilu 2009 perempuan memperoleh 103 jumlah kursi namun pada pemilu 2014 perempuan hanya memperoleh 97 kursi ini pun belum pasti mewakili kepentingan perempuan secara umum. Sekali lagi ini adalah dampak dari politik transaksional yang sangat merusak dalam pentas pemilu dinegara kita sehingga wakil-wakil perempuan rakyat pekerja akan susah terlibat dalam proses politik electoral yang mensaratkan biaya politik yang besar.
Selain itu seperti yang telah kami singgung sebelumnya perlindungan terhadap reproduksi perempuan masi menjadi isu dalam agenda perjuangan kedepan ini dikarenakan Negara terkesan lepas tangan dalam melaksanakan fungsinya dalam upaya perlindungan kesehatan reproduksi perempuan. Upaya pemerintah melalui mekanisme BPJS yang telah kami sebutkan sebelumnya belum menjamin perlindungan kesehatan reproduksi yang sejati buat perempuan. Inilah yang menjadi tantangan kedepan bagi perempuan untuk dapat beregerak lebih maju lagi dalam memeprjuangkan hak-haknya khususnya perempuan rakyat pekerja.

__________________________

Penutup
Perjuangan rakyat pekerja Indonesia tidak dapat di lepaskan dari dua isu besar yakni Reforma Agraria (Pembaruan Agraria) dan pembangunan Industry Nasional. Namun untuk dapat mewujudkan itu diperlukan suatu langkah besar buat rakyat pekerja secara keseluruhan langkah besar itu adalah persatuan seluruh gerakan rakyat pekerja agar dapat merebut kekuasaan politik. Tantangan kedepan bagi rakyat pekerja Indonesia adalah membangun alat politiknya sendiri. Sangat tidak mudah memang dengan situasi yang dihadapi sekarang ini, dimana hampir seluruh peraturan perundangan di bentuk oleh oligargi politik diperuntukan untuk kepentingan modal. Rezim oligarki politik yang mejalankan agenda neoliberal telah melepaskan tanggungjawabnya dalam mewujudkan perlindungan sosial kepada seluruh rakyat Indonesia serta mengisolasi gerakan rakyat agar tunduk terhadap kepentinganya melalui politik transaksional yang memakan biaya besar.

Karena tantangan yang tidak mudah itulah maka untuk mewujudkan cita-cita gerakan rakyat tidak ada jalan lain selain mebangun basis gerakan secara teritorial dimana rakyat pekerja seluruhnya bahu membahu,bersatu padu dan bergotong royong merebut kepemimpinan politik disetiap tingkatan wilayah dengan alatnya sendiri,kekuatannya sendiri dan melahirkan pemimpinnya sendiri. Tanpa itu semua cita-cita gerakan rakyat hanya akan menjadi mimpi tanpa mewujud menjadi kekuasaan yang melindungi seluruh rakyat Indonesia.

Telah lama kita alami bahwa fragmentasi gerakan tidak membawa perubahan apapun bagi rakyat pekerja Indonesia,kita hanya akan selalu terjebak dan mengulangi situasi yang penuh ketertindasan dan perampasan atas hak sebagai warga Negara.

Akhirnya tidak ada jalan lain untuk mewujudkan Keadilan Agraria dan Pembangunan Industri Nasional yang terpadu, kuat dan mandiri menuju kesejahteraan rakyat yang adil, makmur dan setara bila kedaulatan bukan di tangan Rakyat. ***


Tulisan ini sebelumnya dipresentasikan sebagai pembacaan Situasi Nasional dalam pertemuan Dewan Nasional  Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI) di bandung tahun 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar