Senin, 26 Oktober 2015

PRRI/Permesta,GPST dan Pengkhianatan Elit KeTomundoaan Banggai 1958



PRRI/Permesta,GPST dan Pengkhianatan Elit KeTomundoaan Banggai 1958
Oleh : Budi Siluet

“Ada sebuah ruang dalam kebudayaan, yang di dalamnya kedustaan, yang dikemas dengan kemasaan yang menarik, dapat berubah menjadi kebenanran; kepalsuan yang ditampilkan lewat teknik penampakan dan pencitraan yang sempurna, dapat tampak sebagai keasalian “ (Yasraf Amir Piliang)

Pendahuluan
Tulisan sederhana ini dibuat karena “terprovokasi” oleh perdebatan dimedia sosial (Facebook) beberapa waktu lalu antara @Ancu Juliana Cahya dan @Fadli Aktor yang sempat menyinggung tentang Permesta. Dalam perdebatan itu saya sempat berjanji untuk menuliskan catatan singkat tentang Permesta khususnya dikabupaten Banggai kaitanya dengan perlawanan Gerakan Pemuda Sulawesi Tenggah (GPST) serta posisi politik Elit di Luwuk Banggai saat itu.
Saya berkeyakinan akan banyak yang bertanya dan bahkan mencaci maki tulisan bersahaja ini, baik informasinya maupun waktunya dan dapat dipastikan bahwa tulisan ini bepretensi politis dan menyerang salahsatu kandidat. Dipastikan akan ada yang bertanya kenapa nanti saat ini? Saat Pilkada akan berlangsung dan seterusnya. Namun segala konsekwensinya akan saya pertanggungjawabkan. Namun yang terpenting dari semua itu dari hati yang terdalam saya sangat berharap tulisan singkat dan bersahaja ini disambut oleh tulisan-tulisan lain yang lebih baik lagi dari segi isi maupun penyajiannya. Tujuanya hanya satu yakni ingin membangun perdebatan yang lebih konstruktif dan ilmiah tentang sejarah khususnya di kabupaten Banggai.
Tulisan bersahaja ini pada perinsipnya bercerita secara singkat tentang Pengkhianatan  Tomundo (Raja) Banggai terhadap Pemerintah NKRI dan mendukung pendudukan Permesta di Luwuk Banggai pada tahun 1958 padahal jelas bagi kita keberadaan Permesta atau PRRI/Permesta terkait erat dengan keterlibatan Imperialis Amerika didalamnya akibat politik anti Imperialis Sukarno. Namun sebelum kita sampai pada kesimpulan itu saya pikir perlu untuk secara singkat saya bercerita tentang Permesta atau lebih lengkapnya PRRI/Permesta kemudian sedikit tentang GPST yang pada awalnya diperuntukan untuk perjuangan pemekaran propinsi Sulawesi Tengah namun kemudian menjadi kekuatan sipil bersenjata yang mendukung pemerintahan pusat yang sah. Selanjutnya secara khusus tentang perlawanan GPST terhadap Permesta di Luwuk Banggai serta posisi politik elit di banggai saat itu khususnya Tomundo (Raja) Banggai yang juga adalah Kepala Pemerintahan Negeri (KPN). Dibagian penutup saya akan mendiskusikan tentang awal keberadaan dan pengaruh politik ketumondoan Banggai yang masih terasa sampai saat ini.


Sekilas Tentang PERMESTA

PERMESTA adalah singkatan dari Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat Semesta yaitu sebuah gerakan makar kelompok militer di Indonesia. Gerakan ini dideklarasikan pada 2 Maret 1957 oleh Letkol Ventje Sumual. Pada awalnya gerakan ini berpusat di Makassar yang saat itu merupakan ibu kota Sulawesi. Namun Setahun kemudian, pada 1958 markas besar Permesta dipindahkan ke Manado. Dalam deklarasinya di Manado Permesta secarah tegas memutus hubungan dengan pemerintahan pusat di jakarta yang saat itu dipimpin Presiden Sukarno dan Perdana Mentri Juanda. Selanjutnya Permesta mendeklarasikan dukunganya kepada Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia atau dikenal dengan singkatan PRRI yang berpusat di Padang, Sumatera Barat, yang dipimpin Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Presiden dan Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan. Permesta akhirnya lebih dikenal dengan sebutan PRRI/Permesta.1
Gerakan PRRI/Permesta jelas adalah gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan pusat yang sah. Gerakan ini selain beberapa isu terkait perimbangan kekuasaan antara pusat dan daerah secara mendasar diakibatkan oleh kebijakan politik luar negeri Presiden Sukarno yang sangat anti terhadap Imperialisme dan Kolonialisme atau yang sering dia istilahkan dalam pidato-pidatonya dengan singkatan Neokolim. Secara kongrit kebijakan politik anti neokolim ini adalah program Nasionalisasi aset-aset asing yang ada di Indonesia saat itu termasuk  PT. Kalteks di Riau yang mengeksplotiasi minyak sejak masa Hindia Belanda. Sebagai konsekwensi dari politik luar negeri yang sangat radikal ini adalah adanya ketidakpuasan negara-negara Imperialis khususnya Amerika,Inggris dan Belanda.
Keterlibatan negara-negara Imperialis khususnya Amerika Serikat nampak nyata dalam peristiawa PRRI/Permesta. Amerika Serikat memberi support dan bantuan apa saja untuk PRRI/PERMESTA, seperti dana sebesar US$ 7 juta dan Persenjataan- persenjataan modern dari Amerika, seperti LMG 12,7 MM, penangkis serangan udara, Bazooka, Granat semi automatis, persenjataan Infantri, dan lain- lain yang diturunkan dari kapal terbang pengangkut AS di hutan hutan Sumatra untuk melengkapi persenjatan militer PPRI/Permesta guna melawan Pemerintahan Republik Indonesia. 2

Sekilas Tentang GPST 

GPST adalah singkatan dari Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah, sebuah Organisasi kepemudaan yang didirikan tanggal 5 Desember 1957 oleh pemuda-pemudi Sulawesi Tengah. Pada awalanya organisasi ini didirikan untuk memekarkan Sulawesi Tenggah menjadi daerah otonom namun karena adanya gerakan Permesta yang semakin meresahkan masyarakat saat itu maka GPST dibawah pimpinan Asa Bungkudapu melakukan gerakan perlawan terhadap gerakan makar yang diorganisir oleh petinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) diwilayah teritori Pangdam VII Wirabuana. Tercatat nama dari petinggi TNI di Sulawesi ketika itu, seperti Alexander Evert Kawilarang atau lebih populer dengan nama Alex Kawilarang yang  mundur dari jabatannya sebagai atase militer Indonesia di Amerika Serikat untuk menjadi jenderal di tentara Permesta.
Gerakan Perlawanan GPST terhadap pemberontakan yang diakukan PRRI/Permesta meliputi keseluruhan Kabupaten Poso, mulai dari Poso, Mori, Bungku, Tojo, Ampana, hingga Luwuk Banggai. Perlawanan GPST ditandai dengan melakukan deklarasi tanggal 30 April 1958 yang menyatakan kesetiaan GPST kepada Republik Indonesia dan tekat untuk melawan Permesta. Deklarasi yang bernama “Naskah Korontjia” itu ditanda-tangani oleh Asa Bungkudapu atas nama Ketua Umum GPST dan Alex Soetadji, Wakil KDO RTP-16 Brawidjaja. Sejatinya GPST adalah milisi sipil bersenjata (partisan) yang didukung oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang berpusat di Jakarta. 3

GPST di Banggai dan Perlawanan Terhadap PRRI/Permesta

Pada tahun 1958 Banggai masih dalam wilyah Kabupaten Poso dengan perwakilan Pemerintahan distrik yang disebut Pemerintahan Negeri yang di pimpin oleh seorang Kepala Pemerintahan Negeri (KPN). Dengan dideklarasikannya Permesta maka secara otomatis Luwuk Banggai merupakan bagian dari wilayah permesta, bahkan secara sepihak Luwuk Banggai menjadi teritori milter Permesta dengan sebutan Daerah Angkatan Permesta dan ditetapkan menjadi Kabupaten oleh Penguasa Milter permesta. Dengan semakin menegangnya hubungan antara permesta dengan pemerintaah republik Indonesia maka situasi di Banggai khususnya Kota luwuk semakin tidak jelas. Keadaan darurat yang diberlakukan oleh pemerintahan Militer dan sipil dibawah Permesta membuat situasi semakin parah. Sembilan bahan pokok semakin langkah, penangkapan-panangkapan terhadap orang yang diduga pro terhadap pemerintah yang berpusat di Jakarta juga semakin gencar dilakukan oleh pihak Permesta.
Untuk menghadapi situasi yang semakin tidak menentu ini perwakilan GPST dari Poso dan Makasar segera mengirim perwakilannya untuk mengorganisir pemuda-pemuda di Luwuk Banggai guna mengahadapi tentara Permesta. Adalah Edi Martono dan Robert M. Tengkow yang kemudian memimpin perlawanan terhadap Permesta. Dari hutan – hutan Balantak,Nambo,Batui hingga Toili perlawanan pemuda yang tergabung di GPST terhadap Permesta berlangsung sengit, dukungan masyarakat terhadap GPST menjadi kunci GPST dapat bertahan dari gempuran tentara Permesta yang memiliki persenjataan lengkap dan terlatih dalam pertempuran. Dukungan masyarakat bukan berarti tanpa resiko, seperti yang terjadi di Nambo Padungnyo dimana Permesta secara kalap menyiksa dan menembak masyarakat hingga korban tewas tak dapat dihindari. Dalam operasi tumpas yang dilakukan Permesta seperti yang terjadi dalam perang pada umumnya korbannya adalah Perempuan, lansia dan anak-anak.


Pengkhianatan Elit KeTomundoaan Banggai  

Ditengah situasi yang semakin menggelisahakan rakyat akibat tindakan makar yang dilakukan oleh PRRI/Permesta hanya Camat Batui yang berani mengambil sikap. Badaru Salam atau yang lebih dikenal dengan B.Salam dengan tegas menentang dan mengkonsolidasikan kekuatan pemuda yang tergabung di GPST untuk menghalau gerakan opensif Permesta.
Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) yang juga adalah Tomundo Banggai justru mengambil jalan sebaliknya. Setelah mendengar tindakan perlawanan yang dilakukan oleh camat B.Salam melalui tindakan pengkonsolidasian pemuda yang tergabung di GPST, Syukuran Aminudin Amir segera memanggil B.Salam untuk menghadap di kantornya di Luwuk untuk menjelaskan tindakanya mendukung anak-anak muda yang tergabung di GPST, namun dengan tegas B.Salam tidak mengindahkan panggilan atasanya tersebut.
Dalam salasatu kesempatan pada tanggal 14 Mei 1958 pasca operasi tumpas yang dilakukan Permesta di Nambo H.Syukuran Aminudin Amir dan A. Daeng Matorang selaku Dewan Pertimbangan Daerah Permesta bersama pasukan Permesta bersenjata lengkap dibawah pimpinan Kapten Mongan mengumpulkan masyarakat Nambo untuk “menenangakan” dan mengabil simpati masyarakat agar tidak mendukung perjuangan GPST. Dalam pertemuan itu Syukuran Aminudin Amir mengatakan;  saya kutipkan dibawah ini : 

“ Bapak –bapak, saudara –saudari dan adik-adik yang terhormat, saya berdiri dihadapan kalian sekalian bukan sebagai Kepala Daerah atau KPN, tatapi saya adalah raja Banggai, sudah tentu hal ini sama dimaklumi [...] Saudara sama tahu itu Eddy Martono yang tempo hari jadi guru SMP Cokro-Aminoto, Di Nambo ia ada punya kawan lima orang sudah itu yang menamakan dirinya GPST yang sekarang ini berada di Batui bersama-sama dengan orang-orang yg mencuri senjata api dari Luwuk,apakah kalian percaya Eddy Martono atau sama saya Raja Banggai? Diminta dengan hormat kepada saudara-saudara jangan melakukan pekerjaan yang melanggar hukum,seperti membongkar jembatan-jembatan yang ada,menebang pohon-pohon kayu serta pohon-pohon kelapa kemudian dibentangkan dijalan raya,ini semua pekerjaan yang tidak baik atau jahat kalau saja saya tunjuk orangnya yang melakukan ini adalah saudara-saudara sendiri di Nambo”. (Haliadi Sadi,Syakir Mahid dan M.Anas Ibrahim, Kata Pengantar Prof.Dr.Djoko Suryo; Ombak 2007,Halaman 190-191) 4

Melalui pernyataan ini jelaslah bahwa posisi politik KPN yang juga raja Banggai saat itu adalah mendukung pendudukan Permesta dan yang dimaksud dengan hukum saat berbicara kepada masyarakat Nambo adalah jelas hukum moncong senjata Permesta. Bukanya memberikan empati kepada rakyat yang dengan segala keterbatasanya dalam menghalau operasi tumpas Permesta Syukuran Aminudin Amir justru melakukan hal yang sebaliknya. Efek yang diterima masayarakat khususnya Nambo adalah ketakutan dan kepanikan bahkan komunikasi yang disampaikan pasukan Permesta lewat penyiksaan dan pembunuhan membawa efek trauma yang berkepanjangan yang kemudian diperparah lewat represif politis oleh Syukuran Aminudin Amir sebagai raja Banggai.

Penutup

Berdasar paparan diatas jelas bahwa Permesta (PRRI /Permesta) adalah suatu gerakan pemerontakan yang didukung oleh kekauatan Imperialisme Amerika. Meskipun akhirnya pemerontakan tersebut dapat dikalahkan namun itu semua tidak lepas dari dukukungan nyata rakyat yang secarah khusus di Sulawesi Tengah adalah Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah atau GPST. Di Luwuk Banggai sendiri keberadaan GPST tidak sepenuhnya mendapatkan dukungan dari elit politik saat itu khususnya Tomundo, yang justru pada peristiwa tersebut mendukung pendudukan Permesta. Seharusnya dan alangkah bermartabatnya apabila Syukuran Aminudin Amir dengan tegas memposisikan dirinya mendukung pemerintahan yang sah.
Sikap Oportunis Syukuran Aminudin Amir sebagai pemimpin Luwuk Banggai saat itu secara diakronik tidak bisa kita lepaskan dari sejarah ketika dia mulai mendapatkan kekuasaan, yang bisa kita lacak sejak pengangkatanya sebagai Tomundo. Secara teknis dalam Struktur Kerjaaan Banggai Syukuran Aminudin Amir adalah Mayor Ngopa (Raja Muda) namun karena kefakuman kekuasaan karena mangkatnya Raja Awaludin pada tahun 1940 dengan disaksikan oleh Residen Poso pada tanggal 1 Maret 1941 ditunjuklah Syukuran Aminuddin Amir  menjadi Tomundo (Raja) Banggai. 5
Yang menjadi catatan dari peristiwa  suksesi tersebut adalah kuatnya intervensi pemerintahan kolonial Belanda, ini memang tidak dapat dihindari karena setelah Nusantara takluk dalam kekuasan Belanda semua suksesi pengangkatan dan pembagian kekuasaan raja-raja diintervensi oleh kekuasaan Kolonial artinya pemerintahan kerjaan Banggai adalah bagian dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda.6 Kesadaran bagian dari kolonial itu kemudian ditunjukan secara nyata pada saat Ageresi Militer Belanda untuk kembali menguasai nusantara yang baru merdeka pasca berakhirnya perang dunia kedua yang ditandai dengan menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada sekutu. Syukuran Aminudin Amir dengan bangganya menerima jabatan sebagai kepala Swapraja Banggai sebagai bentuk dukunganya kepada pemerintahan kolonial Belanda. 7
Sikap oportunis Syukuran Aminudin Amir ini bertentangan dengan pemuda-pemuda yang tergabung dalam Gerakan Merah Putih. Dengan semangat kemerdekaan pemuda-pemuda ini melakukan demonstrasi dan rapat-rapat akbar untuk menentang keberadaan tentara Belanda di Banggai meskipun akhirnya Tentara Belanda di Luwuk di bawah pimpinan HPB Letwiller berhasil melakukan penangkapan besar-besaran kepada para pejuang dan tokoh Gerakan Merah Putih Luwuk Banggai. Mereka yang di tangkap adalah T.S. Boellah, Jusuf Monoarfah, A.R. Lanasir, Agulu Lagonah, Go Weng Sui, S. Kirdiat, H.Sunusi Mangantjo, A.G. Mambu, Ince Umar Dahlan, dr.R.Sutarjo Notoprawiro, R.G. Makadada, B. Worotikan, Salmin Djibran, dan Abd. R. Al Idrus serta Ahmad Fulelkhan. Mereka di vonis tanggal 29 September 1947 di Pengadilan Negeri Militer Belanda Manado oleh Residen Manado Dr.H.H. Horison. Dalam penjara, mereka di siksa, sehingga sampai ada yang meninggal seperti alm. Sa’dan Kirdiat yang menghembuskan napas terakhirnya di RSU Dadi Makassar. 8
Sejarah memang tidak selalu ditulis dan dituturkan sebagaimana mestinya, tidak banyak yang mengerti seperti apa kisah “Raja” Banggai ini. Kini puluhan tahun berselang sejak kematianya pengaruh politiknya masi terasa. Namanya terabadikan menjadi nama bandara, patung didirikan untuk mengenangnya tanpa ada yang mempertanyakan apa yang telah dia perbuat masa hidupnya. Dan seperti kita ketahui bersama anak-anaknya menjadi salasatu kekuatan oligarki politik di kabupaten Banggai. Dan seperti budaya raja-raja salasatu anaknya kinipun mengklaim sebagai raja setelah sukses menjadi pengusaha dan yang satunya lagi bahkan pernah menjabat Bupati sampai menamai salasatu bukit tempat berdirinya kantor bupati menjadi singkatan namanya bersama istri, demikianlah simbol kebesaran memang selalu menjadi kebanggaan dalam kultur feodalisme kolonial.
Kini setelah tidak terpilih pada pilkada sebelumnya sang anak kembali mencalonkan diri menjadi bupati, bukan menjadi suatu persoalan memang karena semua orang indonesia yang dewasa dan sehat serta memenuhi ketentuan yang disyaratkan oleh undang-undang berhak mencalonkan diri,semua orang memiliki hak politik yang sama namun yang patut menjadi perhatian adalah pencalonannya kini didukung sepenuhnya oleh politisi senior Rifai Dg Matorang. Bukan suatu kebetulan saat 14 Mei 1958 pasca operasi tumpas yang dilakukan Permesta di Nambo H.Syukuran Aminudin Amir ditemani A. Daeng Matorang selaku Dewan Pertimbangan Daerah Permesta untuk “menenangkan” masyarakat Nambo dan kini saat Pilkada 2015 Ma’mun Amir dikawal Rifai Dg Matorang. Sejarah seperti terulang lagi.***

Luwuk, September 2015

_______________________________
1  Cerita singkat tentang Permesta yang menjadi rujukan tulisan ini sebagian besar saya olah dari wikipedia, bisa di akses di alamat; https://www.google.com/search?q=google+terjemahan&ie=utf-8&oe=utf-8  dan wikipedia bahasa indonesia, bisa diakses di alamat ini https://id.wikipedia.org/wiki/Perdjuangan_Semesta
2  Lebih jelasnya soal dinamika politik saat itu lihat Erika, Muti Dewitari,Rindo Sai‟o, Winda, Makalah Sejarah Hubungan Amerika Serikat Indonesia “Amerika Serikat Dan Pemberontakan PRRI/Permesta”Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2009. Dapat diakses di http://www.sulutiptek.com/documents/permestaamerika.pdf
3  Uriaan lebih detail soal GPST bisa dilihat di Haliadi Sadi,Syakir Mahid dan M.Anas Ibrahim, Kata Pengantar Prof.Dr.Djoko Suryo: Gerakan Pemuda Sulawesi Tenggah (GPST) di Poso 1957 – 1963; Perjuangan Anti Permesta dan Pembentukan Provinsi Sulawesi Tenggah, Ombak 2007
4  Lihat ibid., hlm 190-191
5  Urian tentang suksesi raja silahkan lihat http://www.wacananusantara.org/kerajaan-banggai/
6 Lebih jelas terkait intervensi Pemerintah Kolonial Hindia Belanda tehadap Kerjaan/Kesultanan lihat Takashi Shiraishi ; Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat Di Jawa 1912-1926
7  Urian tentang Syukuran Aminudin Amir menerima Jabatan Swapraja lihat Sejarah Kabupaten Banggai diakses di https://p3bbabasal.wordpress.com/2013/02/02/sejarah-kabupaten-banggai/  

Daftar Rujukan
1.      Ir. Sukarno:  Dibawah Bendera Revolusi: Jilid 2

2.      Haliadi Sadi,Syakir Mahid dan M.Anas Ibrahim, Kata Pengantar Prof.Dr.Djoko Suryo: Gerakan Pemuda Sulawesi Tenggah (GPST) di Poso 1957 – 1963; Perjuangan Anti Permesta dan Pembentukan Provinsi Sulawesi Tenggah, Ombak 2007

3.      Takashi Shiraishi ; Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat Di Jawa 1912-1926 Pustaka Utama Grafiti 2005
4.      Erika, Muti Dewitari,Rindo Sai‟o, Winda, Makalah Sejarah Hubungan Amerika Serikat Indonesia “Amerika Serikat Dan Pemberontakan PRRI/Permesta” Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2009. Dapat diakses di http://www.sulutiptek.com/documents/permestaamerika.pdf







Tidak ada komentar:

Posting Komentar